“Kolaborasi Mycobacterium Tuberculosis Dengan Virus HIV”
Siti Maziyatul Muslimah
Mycobacterium Tuberculosis
merupakan bakteri penyebab penyakit menular yang
cukup berbahaya yaitu Tuberkulosis (TB). Mycobacterium
tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882
melalui penelitian ilmiahnya dalam dunia mikrobiologi kedokteran dengan
mengamati sapi yang mati. Bakteri ini menjadi
masalah sejak 4000 tahun SM dan pada zaman Hipocrates dianggap sebagai penyakit yang
diturunkan.
Spesies ini adalah patogen
manusia yang intrasel fakultatif dan menyebabkan tubercolosis. Penyakit ini
sebagian besar tinggal di lingkungan urban padat sehingga menjadi masalah utama
diantara kaum miskin karena meningkatnya kemungkinan penyebaran melalui
pernapasan dan adanya pasien-pasien yang tidak diobati. Mycobacterium tuberculosis tidak dapat
diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif atau bakteri gram negatif, karena
apabila diwarnai sekali dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat
dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Oleh
sebab itu bakteri ini termasuk dalam bakteri tahan asam.
Bakteri
Mycobacterium Tuberculosis berbentuk
seperti batang atau Bacillus,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan Ziehl Neelsen.
Zat warna tahan asam ini terikat kuat hanya pada bakteri yang memiliki
kandungan lilin pada dinding selnya seperti bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Dalam jaringan tubuh, bakteri ini dapat
dormant, tidur lama beberapa tahun. Bakteri ini bersifat aerob yaitu
organisme yang melakukan metabolisme dengan bantuan oksigen. Sifat pertumbuhan lambat
(waktu generasi 2 sampai 6 minggu), sedangkan koloninya muncul pada
pembiakan 2 minggu sampai 6 minggu. Dan tumbuh subur pada biakan
(eugonik), adapun perbenihannya dapat diperkaya dengan penambahan telur,
gliserol, kentang, daging, ataupun asparagin.
Bakteri
ini dapat bertahan dalam suhu yang sangat rendah yaitu antara 20C
sampai minus 700C, namun sangat peka terhadap panas sinar matahari
dan ultra violet. Dalam dahak pada suhu 300-370C kuman
cepat mati dalam waktu seminggu, sedangkan apabila terpapar sinar ultraviolet
secara langsung sebagian besar bakteri akan mati dalam waktu beberapa menit. (Tuberculosis, from basic science to patien
care, 2007)
Tak
hanya di hewan saja sebagaimana
yang ditemukan oleh Robert Koch, bakteri ini juga di
temukan dalam tubuh manusia. Sebagai sumber energinya, bakteri ini mengambil
nutrisi dari darah inangnya dan ikut mengalir pada aliran darah inangnya. Dengan
demikian, bakteri ini bisa menyerang organ tubuh mana saja yang di aliri aliran
darah. Memang kebanyakan kasus bakteri ini menyerang 90 % nya adalah paru-paru.
Namun tidak menutup kemungkinan bakteri ini juga dapat menyerang organ tubuh
lainnya seperti kelenjar limfa, jantung, tulang (diderita oleh mantan
presiden RI, Drs. B. J. Habibie), bahkan
yang saat ini sedang marak dibicarakan yaitu infeksi selaput otak (Meningitis) yang penyebab terbesarnya
adalah bakteri Mycobacterium
Tuberculosis.
Saat
Mycobacterium tuberculosis berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang
berbentuk globular (bulat). Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling
bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme
pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan
parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihatsebagai
tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik,
bentuk ini akan tetap dormant sepanjang
hidupnya. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembang biakan
sehingga tuberkel bertambah banyak.
Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah
ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang menjadi sumber produksi
sputum
(dahak). (Fiera
Riandini, 2013).
Tuberkulosis
(TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan karena adanya bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang
ditularkan dari dahak yang sudah positif mengandung bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Daya tahan
tubuh yang rendah, merupakan jalur cepat bakteri ini menyerang tubuh. Gejalanya
pada orang dewasa adalah batuk yang terus-menerus dan berdahak selama 2 minggu
atau lebih dan jika tidak tertangani maka selama lima tahun, sebagian besar
(50%) pengidapnya akan meninggal.
Resiko
penularannya cukup tinggi dan bervariasi di Indonesia. Daya penularan dari
seorang pasien, ditentukan oleh banyaknya bakteri yang dikeluarkan dari
parunya. Kemungkinan seseorang terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh
konsentrasi droplet (percikan) dalam
udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Jika seseorang yang dahaknya
dinyatakan positif mengandung bakteri ini lalu ia batuk, maka orang tersebut
dapat menularkan penyakit Tuberkulosis ke 10 hingga 20 orang disekitarnya.
Immunitas
tubuh merupakan benteng pertahanan tubuh yang bisa di andalkan untuk menangkal
berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh bakteri maupun virus. Faktor yang
mempengaruhi kemungkinan seseorang terinfeksi Tuberkulosis adalah daya tahan
tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV-AIDS,
dan malnutrisi (gizi buruk).
Seseorang
yang tertular HIV tidak akan langsung merasakan kekebalan tubuhnya melemah, dia
dapat hidup bersama HIV selama bertahun-tahun tanpa merasakan gangguan kesehatan yang berat. Gejala
awal yang dirasakan oleh penderita apabila terinfeksi HIV sama dengan penyakit
infeksi akibat virus seperti demam, flu, sakit kepala dan lain-lain. Setelah
dua minggu gejala tersebut akan hilang karena virus HIV sedang memasuki fase
inkubasi. Beberapa tahun hingga sekitar sepuluh tahun kemudian penderita baru
akan merasakan tanda dan gejala sebagai penderita AIDS. (Budi, 2013)
Virus
HIV merupakan faktor risiko utama bagi yang terinfeksi Tuberkulosis, infeksi
yang disebabkan virus ini mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seluler. Jika virus HIV berkolaborasi dengan bakteri penyebab Tuberkulosis, maka
pasien akan menjadi sakit parah dan berakibat pada kematian. Seperti yang dibahas
sebelumnya HIV adalah virus yang dapat menurunkan daya tahan tubuh. Seseorang
dapat hidup dengan HIV didalam tubuhnya selama bertahun-tahun tanpa merasa
sakit atau mengalami gangguan kesehatan yang berat karena virus HIV sedang
mengalami masa inkubasi. Namun lamanya masa sehat ini akan diperpendek apabila
penderita terserang TB.
Begitu
pula sebaliknya, seseorang yang terinfeksi bakteri TB tidak langsung terkena
penyakit TB karena bakteri TB dalam tubuh mengalami dormansi atau tidak aktif
(TB laten) ditambah dengan kondisi kesehatan yang terjaga dan daya tahan
tubuhnya kuat mampu menekan bakteri ini sehingga tidak akan menderita TB. Namun
apabila seseorang yang mengandung TB laten terkena HIV maka bakteri TB tadi
akan aktif dan menyerang penderita. Itulah sebabnya mengapa TB dan HIV saling
berkaitan, TB dapat menyerang seseorang yang terjangkit HIV dan TB dapat aktif
dalam tubuh seseorang apabila dia terkena HIV. Pasien yang terdapat TB dengan HIV dalam
tubuhnya dan ODHA dengan TB disebut dengan pasien ko-infeksi TB-HIV. (Yayasan Spiritia,
2006)
1/3 ODHA terinfeksi Tuberkulosis. Tuberkulosis merupakan IO terbanyak dan penyebab kematian utama
pada ODHA, 40 % kematian ODHA terkait dengan Tuberkulosis. Tanpa
pengobatan, setelah lima tahun, 50% pasien Tuberkulosis akan meninggal, 30%
akan sembuh dengan daya tahan tubuh yang tinggi dan 20% lainnya berlanjut
mengeluarkan bakteri dan tetap menjadi
sumber penularan sebelum meninggal. (Tuberculosis,
A Manual For Madical Student by Nadya ait-khaled and Donalda. Enarson, WHO,
2003).
Semua pasien dengan
Tuberkulosis dan HIV seharusnya dievaluasi untuk menentukan
perlu/tidaknya pengobatan antiretroviral selama pengobatan
Tuberkulosis.
Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat
antiretroviral, seharusnya dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi. Mengingat
kompleksnya penggunaan serentak Obat Anti Tuberkulosis (obat Anti
Bakteri Tuberkulosis) dan Anti
Retro Viral (obat pertahanan immun), konsultasi dengan dokter ahli di bidang ini sangat
direkomendasikan sebelum mulai pengobatan serentak untuk infeksi HIV dan TB,
tanpa memperhatikan mana yang muncul lebih dahulu .
Bagaimanapun juga, pelaksanaan pengobatan TB tidak
boleh ditunda.
Tantangan
utama dalam pengendalian TB dan HIV adalah mencegah meluasnya penularan kedua penyakit tersebut
dan mencegah terjadinya interaksi diantara kedua penyakit tersebut. Eratnya
kaitan antara TB dengan HIV membutuhkan kolaborasi penanganan antara keduanya
secara tepat dan tegas. Hal tersebut adalah tantangan utama yang harus dihadapi
dalam penanganan TB dan HIV dari awal hingga akhir, artinya mulai dari proses
penanganan untuk pencegahan dini hingga proses monitoring dan evaluasi. Tepat
dalam arti sesuai dengan sasaran dan tujuan penanganan dan tegas dalam arti
berdasarkan peraturan sehingga penanganan berada dalam koridor yang ditetapkan.
Reference :
Pratiwi, Sylvia T. 2008.
Mikrobiologi Farmasi. Jakarta:
Erlangga Medical Series
Pusat Data dan
Informasi Kemeterian kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil Kesehatan
Indonesia 2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 507hal.
Yayasan Spiritia. 2006.
Seri Buku Kecil HIV dan TB. Jakarta: Yayasan Spiritia, 36hal
https://evrinasp.wordpress.com/2014/06/01/menghadapi-kolaborasi-tb-hiv/
Ocw.usu.ac.id/course/download/1110000101-basic-biology-of-cell-2/bbc215_slide_morfologi_struktur_fisiologi_dan_metabolisme_bakteri.pdf